BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dengan realita yang terjadi di Indonesia, bahwa kurangnya
rakyat Indonesia yang memiliki jiwa kepemimpinan. Kita bias melihat dengan apa
yang terjadi saat ini, bahwa sangat banyak rakyat Indonesia yang menyala gunakan
kekuasaannya untuk memuaskan kepentingan pribadinya. Diantar indikasi adalah;
pertama, minimnya pembelajaran untuk
para pemuda tentang apa arti sesungguhnya dari kepemimpinan tersebut, walaupun
ada pembelajaran tersebut, tapi hanya organisasi-organisasi tertentu saja yang
mempelajari hal tersebut. Kedua, materi kepemimpinan tidak di masukan
ke kurikulum lembaga pendidikan, yang mengakibatkan seakan-akan materi
kepemimpinan tidak terlalu penting dalam menjalani seluru aktivitas. Ketiga, kurangnya
minat masyarakat dalam mempelajari materi-materi kepemimpinan. Dengan kurangnya
jiwa kepemimpinan di Indonesia yang mengakibatkan berimbasnya ke gaya
kepemimpinan yang kurang maksimal.
Oleh sebab itu, sangat pentingnya
dilakukan penelitian tentang jiwa kepemimpinan dan gaya kepemimpinan dalam
suatu organisasi. Dari situ kita bias mengetahui apakah rakyat Indonesia masih memiliki jiwa kepemimpinan dan gaya kepemimpinan yang baik ataukah hal tersebut
hanya menjadi isapan jempol.
B. Rumusan
Masalah
Dari masalah-masalah yang telah
dijabarkan, bahwa dapat dirumuskan masalah sebagai berikut; bagaimana cara
organisasi untuk dapat memilih dan melihat orang yang memiliki jiwa
kepemimpinan tersebut dan bagaimana cara organisasi untuk meningkatkan jiwa kepemimpinan
demi untuk mencapai visi dan misi, dan untuk memperbaiki gaya kepemimpinan.
C. Tujuan
Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
tentang pengaruh gaya kepemimpinan terhadap semangat dan kinerja anggota
kerukunan pelajar mahasiswa Buol Yogyakarta (KPMB-Y). selain itu dengan
penelitian tersebut, bisa terlihat dampak positif dan negatif terhadap yang
ditimbulkan jika seandainya gaya kepemimpinan baik maupun kurang baik.
D. Manfaat
Penelitian
Yang bisa diambil dari penelitian
tersebut adalah betapa berpengaruhnya jiwa kepemimpinan terhadap gaya
kepemimpinan untuk memimpin suatu organisasi. Dengan begitu dapat menyadarkan
suatu organisasi untuk menciptakan suatu pemimpin yang adil dan berjiwa tegas
dalam memimpin suatu organisasi. Selain itu dampak yang diperoleh oleh bukan
hanya dinikmati oleh organisasi saja, tapi dapat dirasakan oleh orang disekitar
dan lebih tepatnya rakyat Indonesia.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
A.
Landasan Teori
Kepemimpinan yang efektif merupakan
persyaratan vital bagi kelangsungan hidup dan keberhasilan organisasi atau
perusahaan. Kepemimpinan itu dikatakan efektif atau tidak tergantung dari gaya kepemimpinan yang
diterapkan oleh seorang pemimpin. Karena sudah jelas bahwa gaya kepemimpinan
akan mempunyai pengaruh yang besar terhadap efektivitas kepemimpinan nya.
Telah banyak ahli mendefinisikan
tentang pengertian gaya kepemimpinan, diantaranya adalah Effendi (2002:28),
berpendapat bahwa “ Gaya Kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin melaksanakan
kegiatannya dalam upaya membimbing, memandu, mengarahkan dan mengontrol
pikiran, perasaan, atau perilaku seseorang atau sejumlah orang untuk mencapai
tujuan tertentu”.
Kemudian Flippo dalam Heidjrahman dan
Husnan (2000:224), mengatakan bahwa : “ Gaya Kepemimpinan adalah pola tingkah
laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan
individu untuk mencapai suatu tujuan tertentu”. Dari kedua definisi tersebut
dapat diambil pengertian yang sama, bahwa gaya kepemimpinan ialah perilaku
seorang pemimpin dalam usaha mempengaruhi bawahannya untuk mencapai tujuan
tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya.
B.
Studi Terdahulu
Sebagai bahan pertimbangan dalam
penelitian ini akan dicantumkan beberapa hasil penelitian terdahulu oleh beberapa
peneliti yang pernah penulis diantaranya :
Penelitian yang dilakukan oleh Ringga
Arie Suriyadi pada tahun 2008, dengan judul “Pengaru gaya kepemimpinan dan
motifasi terhadap kinerja kariawan pada PT. Luxindo Raya”. Disitu dejelaskan
bahwa Keberhasilan dari pencapaian tujuan yang diinginkan tidak hanya
ditentukan oleh kepribadian, kecakapan, serta kemampuan seorang pemimpin saja,
tapi ada satu hal yang sangat berpengaruh yaitu penerapan suatu model atau gaya
kepemimpinan sebagai simbol dari seorang pemimpin untuk melaksanakan fungsi dan
perannya yang secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi lingkungan
internal organisasinya terutama bagi para karyawannya.
Penelitian yang dilakukan oleh Iis
Torisa Utami SE,MM pada tahun 2009, demgan judul “Pengaruh gaya kepemimpinan
transpormasional terhadap motivasi kerja kariawan pada PT. Trade Servis Tama
Indonesia-Tangerang”. Disitu dijelaskan bahwa, Permasalahan yang dihadapi oleh
beberapa perusahaan adalah masalah pengelolaan pengembangan sumber daya manusia
khususnya dalam peningkatan karier, dimana karier merupakan hal yang sangat
penting untuk mendorong karyawan dalam meningkatkan kemampuan di bidangnya,
oleh karena itu untuk dapat mempengaruhi para pengikutnya diperlukan suatu gaya
kepemimpinan tertentu, dimana gaya kepemimpinan yang dimiliki seorang pemimpin
di perusahaan berbeda-beda.
C. Perumusan
Hipotesis
1. Proposisi, Hipotesis, Variabel dan
Dimensi
Jenis Penelitian Ilmiah vs Perumusan
Hipotesis
Penelitian yang TIDAK MEMERLUKAN
perumusan dan pengujian HIPOTESIS:
• Deskripsi/Eksploratori:
menggambarkan/menjelaskan suatu fenomena
• Rancang Bangun:
pembuatan/penerapan/analisis suatu alat/teknologi/sistem
Penelitian yang MEMERLUKAN perumusan
dan pengujian HIPOTESIS:
• Eksperimental: pengujian hipotesis
secara empirik
Eksperimen = Experiment = Percobaan:
setiap proses yang menghasilkan data
Proposisi: Pernyataan yang menjelaskan
kebenaran atau menyatakan perbedaan atau hubungan antara beberapa konsep
Jenis Proposisi:
a. Aksioma atau Postulat: kebenarannya
sudah tidak dipertanyakan lagi, karena sudah (dapat) dibuktikan kebenarannya
b. Teorema: Dideduksi (disimpulkan)
dari (beberapa) aksioma. Teorema dapat saja dibangun dari aksioma-aksioma yang
berbeda
Proposisi dan Hipotesis kadangkala
sulit dibedakan.
Perbedaan paling esensial di antara
keduanya adalah bahwa:
• Hipotesis bersifat lebih operasional
• Konsep-konsep dalam hipotesis sudah
dioperasionalisasikan menjadi variabel
• Hipotesis sudah dapat diuji secara
empirik.
Variabel: sesuatu yang mempunyai
variasi nilai
Variabel dapat didetailkan menjadi
dimensi
Hipotesis berasal dari kata Hypo +
Thesis (Latin)
• Hypo: Sebelum
• Thesis: Dalil, Teorema
Hipotesis: Pernyataan yang
kebenarannya harus diuji terlebih dahulu sebelum diterima menjadi teorema atau
dalil
Secara awam Hipotesis = Pernyataan
sementara
Proses pengujian hipotesis menjadi
tulang belakang pembuatan alat ukur, pengumpulan data dan proses pengolahan,
analisis dan interpretasi data dalam penelitian Eksperimental
2. Jenis Pengujian Hipotesis
Statistika menjadi alat pengujian
Hipotesis
Dalam Statistika, pengujian hipotesis
dibedakan menjadi:
a. Uji Beda (Rata-Rata)
b. Uji Hubungan antar Variabel
b.1. Uji Hubungan Simetris (Korelasi)
b.2. Uji Hubungan Berarah/Direksional
(Pengaruh)
Pengujian Hipotesis secara statistiska
memerlukan pembentukan Hipotesis Nol (H0) dan Hipotesis Alternatif (H1).
Hipotesis Nol (H0):
Pernyataan yang menjadi dasar
pembanding
Secara matematik, Hipotesis Nol (H0)
ditulis dalam bentuk persamaan (“=”)
H0 harus menyatakan tidak ada
perbedaan atau tidak ada hubungan
2
Hipotesis Alternatif (H1):
Pernyataan yang menjadi altenatif H0
Secara matematik, Hipotesis Alternatif
(H1):ditulis dalam bentuk pertidak-samaan (“≠. <, >”)
H1 menyatakan ada perbedaan atau ada
hubungan
Pada prinsipnya pengujian hipotesis
adalah:
• penerimaan H0 atau
• penolakan H0 yang menyebabkan
penerimaan H1
(Pembahasan detail akan dijelaskan
pada Bab Pengolahan dan Analisis Data)
Kebenaran Hipotesis bersifat tidak
mutlak, sangat tergantung dari kebenaran teori pendukung dan kesempurnaan
pengambilan sampel yang mewakili seluruh populasi.
Jadi penerimaan atau penolakan
Hipotesis bukanlah persoalan kebenaran, tapi lebih pada persoalan cukup bukti
yang mendukung atau tidak.
Suatu hipotesis DITERIMA karena dari sampel
yang digunakan tidak terdapat cukup bukti untuk menolak hipotesis itu dan BUKAN
karena hipotesis itu BENAR
Suatu hipotesis DITOLAK karena dari
sampel yang digunakan tidak terdapat cukup bukti untuk menerima hipotesis itu
dan BUKAN karena hipotesis itu SALAH
Kalau memang diinginkan memperoleh
kebenaran mutlak, maka penelitian harus mencakup keseluruhan pengamatan
(populasi), sesuatu yang sangat mahal dan membutuhkan ketelitian dan waktu yang
panjang
3. Pembentukan Hipotesis
Pembentukan Hipotesis tergantung dari
jenis uji hipotesis yang digunakan
Hipotesis pada Uji Beda (Rata-Rata)
a. H0: Tidak ada perbedaan rata-rata
semua (rata-rata) bernilai sama (“=”)
H1: Ada perbedaan rata-rata
Ada suatu (rata-rata) yang nilainya
tidak sama (“≠”)
b. H0: Tidak ada perbedaan rata-rata
semua (rata-rata) bernilai sama (“=”)
H1: Ada perbedaan rata-rata
Ada suatu (rata-rata) yang nilainya
lebih kecil (“<”) dari yang lain
3
c. H0: Tidak ada perbedaan rata-rata
semua (rata-rata) bernilai sama (“=”)
H1: Ada perbedaan rata-rata
Ada suatu (rata-rata) yang nilainya
lebih besar (“>”) dari yang lain
Hipotesis pada Uji Hubungan antar
Variabel
Dalam statistika, keeratan hubungan
antar variabel dinyatakan dalam Koefisien Korelasi Linier (Pearson’s product
moment) = R
Hubungan Linier = hubungan langsung
Nilai R berada di antara − 1 sampai +
1 atau −1 ≤ R ≤ +1
Nilai R = + 1 atau R = − 1 menandai
suatu hubungan sempurna, kondisi ideal ini hampir-hampir tidak mungkin
ditemukan dalam kenyataan sehari-hari
Nilai R = 0 menandai suatu hubungan
yang sama sekali tidak ada, nilai inilah yang menjadi nilai pada Hipotesis Nol
(H0 )
Nilai R mendekati −1 atau R mendekati
+1 menandai hubungan yang kuat
Tanda (+) dan (−) bermakna hanya pada
Uji Hubungan Direksional (berarah) atau uji Pengaruh, tidak bermakna pada uji
Hubungan Simetris
Hipotesis pada Uji Hubungan Simetris
(Korelasi)
H0: Tidak ada hubungan antar variabel
R = 0
H1: Ada hubungan antar variabel
R ≠ 0
Hipotesis pada Uji Hubungan Berarah
(Pengaruh)
Pada pengujian hubungan direksional (pengaruh)
Tanda (+) dan (−) pada R menjadi
sangat berarti
Dalam uji ini variabel dibedakan
menjadi:
a. Variabel yang mempengaruhi =
Variabel Penyebab = Variabel Bebas = Independent Variable Dinotasikan sebagai X
b. Variabel yang dipengaruhi =
Variabel Akibat = Variabel Tidak Bebas = Dependent Variable Dinotasikan sebagai
Y
4
Hipotesis pada Uji Hubungan Berarah
(Pengaruh)
a. H0: Variabel Bebas (X) tidak
berpengaruh terhadap Variabel Tidak Bebas (Y)
R = 0
H1: Variabel Bebas (X) berpengaruh
terhadap Variabel Tidak Bebas (Y)
R ≠ 0
b. H0: Variabel Bebas (X) tidak
berpengaruh terhadap Variabel Tidak Bebas (Y)
R = 0
H1: Variabel Bebas (X) berpengaruh
positif terhadap Variabel Tidak Bebas (Y)
R > 0
c. H0: Variabel Bebas (X) tidak
berpengaruh terhadap Variabel Tidak Bebas (Y)
R = 0
H1: Variabel Bebas (X) berpengaruh
negatif terhadap Variabel Tidak Bebas (Y)
R < 0
Nilai R positif (R > 0) menunjukkan
hubungan (atau pengaruh) positif, artinya jika nilai X naik, maka nilai Y juga
naik
Nilai R negatif (R < 0) menunjukkan
hubungan (atau pengaruh) negatif, artinya jika nilai X naik, maka nilai Y turun
Ukuran Pengaruh adalah Koefisien
Determinasi (R2) di mana R2 = R X R
Koefisien Determinasi (R2) adalah
ukuran keragaman total nilai variabel tidak bebas (Y) yang dapat dijelaskan
secara langsung (linier) oleh variabel bebas (X).
4. Temuan Riset Terdahulu
Riset yang dilakukan oleh Iis Torisa
Utami SE,MM dengan judul Pengaruh gaya kepemimpinan transpormasional terhadap
motivasi kerja kariawan pada PT. Trade Servis Tama Indonesia-Tangerang. Riset
tersebut menggambarkan sebagai berikut :
Dari hasil uji validitas dan
reliabilitas dari variable gaya kepemimpinan transformasional dapat dinyatakan
memiliki tingkat validitas yang sangat tinggi yaitu sebesar 0,687 dan yang
paling rendah yaitu 0,368, sedangkan hasil uji reliabilitas didapat nilai Alpa
Cronbach sebesar 0,822. Karena angka tersebut jauh diats 0,60 maka dapat
disimpulkan bahwa variable gaya kepemimpinan transformasional dapat dinyatakan
handal. Selanjutnya Hasil uji validitas dan reliabilitas dari motivasi kerja
karyawan dapat dinyatakan kehandalannya dengan nilai instrument sebesar 0,857
dan nilai instrument terendah sebesar 0,460. Berdasarkan hal tersebut maka
variable gaya kepemimpinan transformasional dan motivasi kerja karyawan dapat
dinyatakan valid.
Selanjutnya hasil analisis korelasi
dan regresi bahwa hubungan gaya kepemimpinan transformasional terhadap motivasi
kerja karyawan memiliki hubungan yang sangat kuat sebesar 0,542 atau 54,2%
dengan tingkat signifikan sebesar *0,002 dimana tingkat signifikan tersebut
lebih kecil dari alpha (α) 0,05 artinya gaya kepemimpinan transformasional
memiliki hubungan yang sangat kuat atau signifikan dan positif terhadap
motivasi kerja karyawan, hal ini menunjukkan bahwa adanya interaksi antara
pimpinan dan bawahan dalam mengwujudkan visi dan memotivasi karyawan untuk
bekerja bersama-sama mencapai tujuan yang hendak dicapai serta memahami
kebutuhan-kebutuhan dari pada para karyawannya(lihat tabel 1). Hasil penelitian
ini sesuai dengan jurnal bisnis dan ekonomi, September 2003, hal 3, yang
menyatakan gaya kepemimpinan transformasional memotivasi bawahannya dengan
cara; (1) membuat para bawahan lebih sadar mengenai pentingnya hasil-hasil
suatu Pekerjaan; (2) mendorong mereka untuk lebih mementingkan organisasi dari
pada diri sendiri; (3) mengaktifkan kebutuhan-kebutuhan pada tingkat yang lebih
tinggi. Sedangkan dari hasil perhitungan uji t diperoleh nilai kostanta sebesar
-2,085 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,048, dan untuk variable gaya
kepemimpinan transformasional uji t sebesar 3,458 dengan tingkat signifikansi
sebesar 0,002, hal ini menyatakan bahwa secara parsial gaya kepemimpinan tidak
berpengaruh terhadap motivasi kerja karyawan. Lihat tabel 2 berikut ini :
Selanjutnya dari hasil perhitungan uji
ANOVA atau F test menghasilkan nilai F hitung sebesar 26,168 dengan tingkat
signifikansi 0,000, maka model regresi dapat dinyatakan bahwa gaya kepemimpinan
transformasional berpengaruh secara simultan terhadap motivasi kerja karyawan,
lihat tabel 3. Hal ini terbukti bahwa kepemimpinan memiliki kaitan yang sangat
erat dengan motivasi kerja karyawan, karena karyawan yang memiliki motivasi
dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh pimpinan mampui memberikan
kontribusi yang baik sesuai harapan pimpinan sehingga tujuan yang diharapkan
dapat tercapai, pernyataan inisebagai karena keberhasilan seorang pemimpin
adalah dapat menggerakkan orang lain (bawahan) dalam mencapai tujuan, sehingga
seorang pemimpin tidak hanya dapat memerintah bawahannya tetapi pemimpin harus
dapat Pernyataan ini sebagaimana disampaikan oleh Wahjosimidjo,1993:172,
kepemimpinan mempunyai kaitan yang erat dengan motivasi, karena keberhasilan
seorang pemimpin dalam menggerakkan orang lain sangat tergantung kepada
kewibawaan dan bagaimana menciptakan motivasi dalam diri setiap karyawan
sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Berdasarkan paparan
tersebut maka secara nyata variable gaya kepemimpinan transformasional tidak
berpengaruh secara parsial terhadap motivasi kerja karyawan, tetapi secara
simultan memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap motivasi kerja karyawan,
hal ini berarti bahwa karyawan sangat membutuhkan dorongan atau motivasi dari
para pimpinan dalam mengwujudkan impian atau cita-citanya dimasa yang akan
datang melalui program pelatihan yang diadakan baik oleh perusahaan maupun
pelatihan atau pendidikan yang timbul dalam diri/individual karyawan, sehingga
terbentuk sinergi yang dapat meningkatkan produktifitas perusahaan.
Kesimpulan
1. Gaya kepemimpinan transformasional
secara parsial berpengaruh terhadap motivasi kerja karyawan, dimana variable
gaya kepemimpinan sebesar 54,2% dan tingkat signifikansi sebesar 0,002 sehingga
dapat disimpulkan bahwa variable gaya kepemimpinan memilihi hubungan yang
positif dan signifikan terhadap motivasi kerja karyawan.
2. Gaya kepemimpinan transformasional
secara simultan berpengaruh terhadap motivasi kerja karyawan, karena memiliki
tingkat signifikansi sebesar 0,000 dan F hitung 26,168.
3. Gaya kepemimpinan transformasional
sangat cocok diterapkan dilingkungan perusahaan , karena terbukti dapat
meningkatkan motivasi karyawan dan menumbuhkan rasa percaya diri karyawan
terhadap komitmen pimpinan yang selalu peduli terhadap kebutuhan karyawan.